Challenge atau tantangan dalam konseling adalah keterampilan menyoroti inkongruensi (ketidaksesuaian) dan konflik dalam proses klien. Dengan menghadapi atau menantang klien secara lembut, terapis dapat membuka peluang untuk eksplorasi terapeutik. Tantangan harus ditawarkan dengan bijaksana, dan tidak dengan cara yang dianggap menghakimi atau menegur.
Bagaimana cara menantang klien
Alasan menggunakan tantangan sebagai intervensi diantaranya,
a. Menyoroti ketidakkonsistenan dalam proses klien
Seorang klien mungkin memiliki keinginan atau perasaan yang
saling bertentangan yang menyebabkan mereka tidak nyaman pada tingkat yang
tidak disadari.
Memperhatikan dan mengungkapkan konflik dalam narasi klien
dapat membawa elemen-elemen diri yang saling bertentangan ini ke dalam
kesadaran, sehingga mereka dapat didengar, dieksplorasi, dan berpotensi diselesaikan
seperti yang direfleksikan dalam terapi dan seterusnya.
b. Masalah dalam hubungan terapeutik
Seorang klien dapat berkomunikasi dengan terapis mereka,
tidak hanya melalui percakapan terapeutik, tetapi mungkin juga melalui perilaku
mereka dalam hubungan tersebut.
Jika klien terus-menerus terlambat, misalnya, terapis
mungkin ingin menyampaikan hal ini dalam bentuk tantangan yang lembut.
Tujuan intervensi ini bukan untuk memarahi klien, melainkan
untuk menjelaskan apa yang terjadi dalam dinamika relasional, sehingga terapis
dan klien dapat bersama-sama mengeksplorasi apakah ada makna yang lebih dalam
pada perilaku yang mungkin relevan dengan pekerjaan.
c. Masalah etika
Kadang-kadang, klien mungkin mengatakan sesuatu yang
menimbulkan kekhawatiran etis bagi terapis.
Bergantung pada situasinya, terapis mungkin ingin menantang
klien tentang materi yang mereka diskusikan. Ini harus dilakukan dengan
hati-hati, dan sejalan dengan kontrak terapeutik, kebijakan dan prosedur
organisasi, dan undang-undang.
Kapan tantangan dapat diberikan,
- Seorang klien yang selalu terlambat atau secara teratur tidak hadir
- Seorang klien yang tampaknya berada di bawah pengaruh zat
- Seorang klien yang tidak ingin terlibat dengan terapi
- Seorang klien yang membahayakan dirinya sendiri atau orang lain
- Seorang klien yang berperilaku dengan cara yang tampaknya tidak sesuai dengan cara mereka mengatakan apa yang mereka pikirkan dan rasakan
- Seorang klien yang membutuhkan bentuk dukungan yang berbeda
Hubungan antara tantangan dan dukungan
Agar tantangan efektif, dukungan dan tantangan harus jelas
ditawarkan oleh terapis. Tingkat tantangan yang tinggi dengan dukungan rendah
kemungkinan akan diterima sebagai permusuhan dan menakutkan, dan klien
kemungkinan akan mundur, menarik diri.
Sebaliknya, tingkat dukungan yang tinggi dengan tantangan
rendah, bagi beberapa klien, menjadi terlalu nyaman, dan pekerjaan terapi dapat
stagnan.
Tingkat tantangan yang tinggi dan dibarengi dengan tingkat
dukungan yang tinggi kemungkinan besar menawarkan tingkat keselamatan dan
wawasan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Keterampilan Menantang
- Harus memiliki tujuan terapeutik yang jelas, bukan sekedar membarikan sebuah tantangan.
- Harus dilakukan dalam hubungan terapeutik yang mapan. Penting bagi terapis untuk mengetahui klien mereka dan memiliki gagasan tentang bagaimana mereka dapat menanggapi tantangan.
- Penting bahwa tantangan ditawarkan dengan cara yang menggembirakan dan tidak menghakimi, dan terapis berempati, mengakui bahwa mencari perubahan terapeutik kemungkinan akan sulit bagi klien.
- Penting untuk memeriksa klien dan memastikan mereka senang atas tantangan yang akan terjadi. Itu tidak boleh dipaksakan kepada mereka.
Sekali lagi, empati, sikap tidak menghakimi, dan dorongan
adalah bahan penting yang dibutuhkan untuk menawarkan tantangan dengan cara
yang mendukung.
Dalam Terapi Perilaku (Behavioural Therapies)
Dalam terapi perilaku seperti CBT, distorsi kognitif
cenderung disorot oleh terapis.
Terapis dapat memimpin dalam mencari cara bagi klien untuk
menyesuaikan proses berpikir mereka. Ini adalah salah satu bentuk tantangan
yang lebih dipimpin oleh terapis.
Dalam Analisis Transaksional (Transactional Analysis)
Seorang analis transaksional dapat menyoroti interaksi klien
dalam hubungan menggunakan model Orang Tua-Dewasa-Anak, sehingga klien dapat
mengidentifikasi di mana keadaan ego mereka mungkin berkontribusi pada
kesulitan dalam hubungan mereka, dan untuk memperkuat keadaan ego dewasa.
Bentuk tantangan ini bersifat psiko-pendidikan dan membantu
klien untuk mengidentifikasi dan mengubah cara mereka berinteraksi dengan orang
lain.
Dalam Person-Centred Therapy
Tantangan dalam Person-Centred Therapy cenderung lebih tidak
langsung, dan berfokus pada menyoroti ketidaksesuaian dalam proses klien.
Ini dapat membantu klien untuk mengidentifikasi di mana
kondisi nilai atau nilai introject mereka bertentangan dengan diri-sejati
mereka, dan memahami konflik internal mereka.
Dalam terapi yang berpusat pada orang, tantangan ditawarkan secara tentatif, dan merupakan intervensi non-direktif.
Posting Komentar
Posting Komentar