Kebebasan rohani adalah kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh persaingan dan konflik. Untuk mendapatkan kebebasan rohani dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab.
Prinsip dasar Logo Therapy
Logo Therapy didasarkan pada premis bahwa manusia dimotivasi oleh "makna," sebuah tarikan batin untuk menemukan makna hidup. Berikut prinsip-prinsip dasar logotherapy:
- Hidup memiliki makna dalam semua keadaan, bahkan yang paling menyedihkan.
- Motivasi utama untuk hidup adalah keinginan kita untuk menemukan makna hidup.
- Kita memiliki kebebasan untuk menemukan makna pada apa yang kita lakukan, dan apa yang kita alami, atau setidaknya apa yang kita ambil ketika dihadapkan dengan situasi penderitaan yang tidak bisa diubah.
Menemukan makna hidup
Menurut Frankl, "Kita bisa menemukan makna dalam hidup dengan tiga cara yang berbeda: (1) dengan menciptakan pekerjaan atau melakukan perbuatan (nilai kreatif); (2) dengan mengalami sesuatu atau menghadapi seseorang (nilai pengalaman), dan (3) dengan sikap yang kita ambil terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari (nilai sikap).
Dengan dorongan untuk mengisi nilai-nilai tersebut maka kehidupan akan bermakna. Makna hidup yang diperoleh manusia akan meringankan beban atau gangguan kejiwaan yang dialami.
Asumsi tentang pribadi manusia
Semua psikoterapi membuat asumsi filosofis tentang pribadi manusia yang tidak dapat dibuktikan secara pasti. Asumsi Logotherapy meliputi:
- Manusia adalah entitas yang terdiri dari tubuh, pikiran, dan jiwa.
- Hidup memiliki makna dalam semua keadaan, bahkan yang paling menyedihkan.
- Orang-orang memiliki keinginan untuk makna.
- Orang-orang memiliki kebebasan dalam segala situasi untuk mengaktifkan keinginan untuk menemukan makna.
- Hidup memiliki tuntutan kualitas yang orang harus meresponya jika menginginkan keputusan yang diambil menjadi bermakna
- Individu adalah unik.
Asumsi kedua adalah "makna utama". Hal ini sulit untuk dimahami tetapi sesuatu yang setiap orang mengalami dan itu merupakan perintah di dunia dengan undang-undang yang melampaui hukum manusia.
Asumsi ketiga dipandang sebagai motivasi utama kita untuk hidup dan bertindak. Ketika kita melihat artinya kita siap untuk semua jenis penderitaan. Hal ini dianggap berbeda dari keinginan kita untuk mencapai kekuasaan dan kesenangan.
Asumsi keempat adalah bahwa kita bebas untuk mengaktifkan kehendak kita untuk menemukan makna dan ini dapat dilakukan dalam kondisi apapun. Hal ini berkaitan dengan perubahan sikap tentang nasib yang tidak dapat dihindari. Frankl merupakan orang yang mampu menguji empat asumsi pertama ketika ia dikurung di kamp-kamp konsentrasi.
Asumsi kelima, makna saat ini, lebih praktis dalam kehidupan sehari-hari dari makna utama. Tidak seperti makna utama, makna ini dapat ditemukan dan dipenuhi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti nilai-nilai masyarakat atau dengan mengikuti suara hati nurani kita.
Asumsi keenam berhubungan dengan rasa seseorang tentang makna. Hal ini ditingkatkan dengan kesadaran bahwa kita tak tergantikan.
Pada dasarnya, semua manusia adalah unik dengan entitas tubuh, pikiran dan jiwa. Kita semua harus melalui situasi yang unik dan terus-menerus mencari untuk menemukan makna. Kita bebas untuk melakukan hal ini setiap saat dalam menanggapi tuntutan tertentu.
Proses konseling
Logo Theraphy bertujuan agar dalam masalah yang dihadapi konseli dia dapat menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu konseli akan dapat membantu dirinya sendiri sehingga terentaskan dari masalah tersebut.
Teknik konseling pada Logo Therapy masih menginduk kepada aliran psikoanalisis, akan tetapi menganut paham eksistensialisme. Teknik konseling menggunakan semua teknik yang kiranya sesuai dengan masalah yang dihadapi. Teknik yang sangat penting adalah bagaimana kemampuan konselor menggali hal-hal yang bermakna dari konseli.
Sumber :
Viktor Frankl Institute of Logotherapy.
Sofyan S. Willis, Prof. Dr. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung. Penerbit Alfabeta.
Posting Komentar
Posting Komentar