Keterampilan attending berkaitan dengan penerimaan konselor melalui perhatian penuh yang diberikan kepada konseli, melalui komunikasi verbal dan nonverbal konselor yang berupa kontak mata, sikap badan, bahasa tubuh, mendorong konseli untuk berbicara, serta menerima konseli apa adanya (unconditional positive regard). Jika konselor menguasai keterampilan ini, maka akan dapat meningkatkan harga diri konseli, rasa aman, dan mendorong konseli mengekspresikan perasaannya secara bebas.
Attending juga berarti mendengarkan dengan menggunakan seluruh tubuh konselor. Ini merupakan bentuk komunikasi yang menunjukkan bahwa konselor memberikan perhatian secara penuh apa yang dilihat, apa yang didengar, dan apa yang dirasakan konseli. Dalam konseling, attending mewarnai seluruh proses konseling dari awal sampai akhir. Dimulai saat konselor menerima konseli sampai proses konseling berakhir.
Keterampilan attending yang harus dikuasai oleh konselor meliputi:
Kontak mata, dengan kontak mata maka komunikasi dalam konseling akan dapat berlangsung efektif. Konselor dapat memaknai apa yang disampaikan konseli lebih mendalam dengan melihat sorot matanya. Bagi konseli, kontak mata ini dapat dimaknai sebagai penerimaan yang sungguh-sungguh oleh konselor.
Gesture, keterlibatan bahasa tubuh dapat memberikan gambaran sesungguhnya apa yang diucapkan. Konselor dapat membandingkan pernyataan konseli dengan sikap atau gesture yang diperlihatkan saat sesi konseling berlangsung. Konseli juga dapat menilai apakah konselor benar-benar ingin membantu atau tidak. Sikap rileks dan gerak tubuh yang tepat akan mendukung aktivitas konselor saat menjadi “pendengar yang baik”.
Perilaku yang baik dalam attending adalah kombinasi dari beberapa komponen tersebut, sehingga memudahkan konselor untuk membuat konseli terlibat pembicaraan terbuka. Namun demikian, konselor harus membatasi perilaku-perilaku yang diperkirakan kurang menguntungkan dalam sesi konseling, seperti terlalu banyak menceritakan dirinya sendiri, atau terlalu banyak memberikan pertanyaan. Sehingga yang seharusnya aktif adalah konseli, justru sebaliknya, konselorlah yang mendominasi proses konseling, jadinya bukan konseling tapi interogasi atau nasehat.
Hal terpenting yang harus dipertimbangkan pada attending ini adalah konteks budaya. Karena masing-masing kebudayaan memiliki norma yang berbeda. Misalnya, jika di Indonesia kontak mata atau diruangan berdua antara laki-laki dan perempuan adalah sesuatu yang biasa. Akan sangat berbeda jika ini dilakukan di negara-negara Islam, seperti negara-negara Timur Tengah, yang melarang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berduaan dalam ruangan.
Recent
Memuat...
Posting Komentar
Posting Komentar