Penelitian menunjukkan bahwa selain IQ dan EQ, penentu keberhasilan seseorang dalam hidupnya adalah juga kemampuan Adversity Qoutient (AQ), yaitu kemampuan seseorang untuk seberapa jauh dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan dapat mengatasinya.
Pada umumnya, ketika dihadapkan
pada tantangan-tantangan hidup, kebanyakan orang berhenti berusaha sebelum
tenaga dan batas kemampuan benar-benar teruji. Banyak orang yang mudah menyerah
!
Mengapa ada banyak orang yang sangat
berbakat dan cerdas namun gagal menunjukkan dan membuktikan potensi dirinya ? Sebaliknya
tidak sedikit orang yang hanya memiliki sepersekian saja sumber daya (bakat dan
kecerdasan), dan dengan kesempatan yang sama justru bisa lebih unggul dan
mempunyai prestasi melebihi yang diharapkan dan diperkirakan.
Manusia dilahirkan dengan
dilengkapi satu dorongan inti manusiawi, yakni dorongan untuk terus mendaki,
dalam arti luas adalah menggerakkan terus menerus tujuan-tujuan hidup ke depan.
Mulai dari saat sekolah, bekerja, berkeluarga, dan seterusnya, sampai pada tujuan
akhir hamba yang dekat dengan Tuhannya sehingga sukses dunia akhiratnya.
Yang jelas, orang yang sukses memiliki
dorongan yang mendalam dan kuat untuk berjuang, untuk maju, untuk meraih
cita-cita, dan mewujudkan impian-impiannya. Inilah kekuatan yang disebut
adversity (Adversity Qoutient), kemampuan untuk mendaki kehidupan ini dan siap
bertahan dalam memecahkan kesulitan-kesulitan yang mungkin muncul.
Ada tiga tipe besar manusia,
yakni :
1. Tipe “Quitters” (orang-orang
yang berhenti mendaki)
Mereka berhenti dan memilih tidak
mendaki lagi, keluar, mundur dan menghindari kewajiban, tidak memanfaatkan
peluang atau kesempatan yang ditawarkan dan diberikan Tuhan dalam hidup ini.
Quitters memilih jalan hidup yang
datar-datar saja, dan mengambil yang lebih mudah saja. Ironisnya dengan cara
itu, ia akan menderita pada saat yang memilukan ketika ia menoleh kebelakang
dan melihat bahwa ternyata kehidupannya tidak optimal, kurang makna, banyak
yang disia-siakan, sangat boros dalam waktu dan hidup.
Akibatnya, ia menjadi murung,
sinis, pemarah, frustasi, menyalahkan semua orang disekelilingnya dan membenci pada
orang-orang yang terus mendaki kehidupan ini.
Quitters mencari pelarian untuk
menenangkan hati dan pikirannya, meski semu belaka. Berlakulah apa yang
ditamsilkan bahwa, orang-orang yang takut mati sesungguhnya tidak pernah benar-
benar hidup.
2. Tipe “Campers” (orang-orang
yang berkemah)
Mereka giat mendaki tetapi di
tengah perjalanan bosan, merasa cukup, dan mengakhiri pendakian dengan mencari
tempat datar dan nyaman untuk membangun tenda perkemahan kehidupan ini.
Pada mulanya kehidupannya penuh
proses-proses pendakian dan perjuangan, cukup jauh ia mendaki, namun ia memilih
berbelok membangun kemah di lereng gunung kehidupan. Karena lelah mendaki,
menganggap prestasi ini sudah cukup. Ia senang dengan ilusinya sendiri tentang
apa yang sudah ada, tak menengok apa yang masih mungkin terjadi.
Campers memfokuskan energinya
pada kegiatan mempercantik perkemahan dan mengisinya dengan barang-barang yang
membuat nyaman. Ia melepaskan peluang untuk maju. Campers menciptakan semacam
“penjara yang nyaman” atau zona nyaman, sebuah tenda kehidupan yang terlalu enak untuk
ditinggalkan.
Contoh tipe Campers adalah
orang-orang yang sudah memiliki pekerjaan bagus, gaji dan tunjangan yang layak,
namun mereka telah melepas masa-masa penuh gairah, belajar dan tumbuh, energi
kreatif. Mereka puas dan mencukupkan diri dan tidak mau mengembangkan diri lagi.
3. Tipe “Climbers” (para pendaki
sejati)
Orang-orang yang seumur hidupnya
membaktikan diri pada pendakian menuju kehidupan sesungguhnya, mereka akan
terus berusaha untuk mencapai puncak.
Mereka menjalani hidup secara
lengkap, mereka yakin bahwa langkah-langkah kecil saat ini akan membawa
kemajuan dan manfaat jangka panjang. Pendaki sejati tidak lari dari tantangan
dan kesulitan kehidupan.
Climbers yakin bahwa segala hal
bisa dan akan terlaksana meskipun orang lain bersikap negatif, dan sudah
memutuskan bahwa jalan ini tidak mungkin ditempuh lagi. Meski sesuatu belum
pernah dilakukan orang, bukan berarti tidak bisa dikerjakan.
Climbers tak kenal kata berhenti
dalam kamus hidupnya. Saat batu besar menghadang atau menemui jalan buntu,
mereka akan mencari jalan alternatif lain. Saat kelelahan atau jatuh, mereka berintrospeksi
diri dan terus bertahan.
Climbers memiliki kematangan dan kebijaksanaan, dalam memutuskan strategi mundur sejenak dalam rangka bergerak lebih maju lagi. Kamus hidupnya adalah tumbuh dan terus tumbuh dan belajar seumur hidup.
Anda type yang mana ? Quitters, Campers, atau Climbers !
Posting Komentar
Posting Komentar