Anak, dalam ajaran agama merupakan amanah, titipan Tuhan kepada orang tua yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban, bagaimana kita mendidiknya, bagaimana kita menjaga amanah tersebut. Dalam kehidupan sosial dan keluarga, anak adalah investasi masa depan, bukan saja untuk anak melainkan juga untuk keluarga, jika kita berinvestasi dengan baik maka kita akan menuai hasil yang baik, demikian pula sebaliknya. Banyak para pakar pendidikan anak melakukan penelitian dan memunculkan berbagai macam teori atau tips bagaimana mendidik anak yang baik, namun demikian, tidak semua teori dapat kita terapkan karena adanya perbedaan latar belakang budaya. Apalagi di Indonesia, negeri dengan beragam suku, tentu saja juga beragam budaya.
Di era teknologi informasi dan komunikasi, era keterbukaan, telah membuka sekat-sekat budaya antar bangsa. Gempuran teknologi telah membuat permasalahan yang dihadapi anak bertambah semakin kompleks, sehingga dibutuhkan kiat-kiat khusus yang cerdas dalam mendidik anak, tanpa mengurangi atau menghilangkan akar budaya. Kita dapat mengasosiasi berbagai falsafah budaya dengan berbagai teori-teori pendidikan anak yang berkembang saat ini. Salah satu yang bisa kita gunakan adalah falsafah kusir, bagaimana dia mengendalikan kereta kuda.
Ada 5 komponen utama kereta kuda, (1) kusir, (2) kereta, (3) kuda, (4) tali kekang, dan (5) penumpang. Jika kita asosiasikan dalam kehidupan keluarga, kusir merupakan orang tua yang bertanggungjawab terhadap keluarga/penumpang. Anak sebagai kuda yang menarik kereta/masa depan, dengan tali kekang sebagai pola asuh anak dalam keluarga. Sebagai kusir, orang tua harus pandai-pandai memainkan “tali kekang”. Ketika kusir salah mengendalikan kuda, dapat membahayakan kereta dan penumpangnya, bahkan dapat menghancurkannya. Ketika tali kekang terlalu longgar kuda akan berjalan tanpa arah, sebaliknya ketika tali kekang terlalu keras kuda akan berontak.
Sebagai kusir, orang tua harus menghentakkan tali kekang ketika anak tidak bergerak maju. Dan ketika anak sudah bergerak maju, orang tua bisa mengendorkan tali kekang, orang tua hanya mengawasi “jalan” anak, jika diperlukan, saat jalan lurus dan mulus, saat anak mempunyai aktivitas-aktivitas yang positif, atau ketika jalan menanjak, ketika anak mempunyai masalah, orang tua perlu menghentakkan tali kekang, mencambuk, memberikan support agar anak terus bergerak maju. Sebaliknya, ketika jalan “berlubang”, ketika jalan menuju “jurang kehancuran”, atau ketika kuda akan menabrak rambu-rambu keselamatan maka orang tua harus segera menarik erat tali kekang, mengendalikan kuda agar kereta selamat sampai tujuan.
Sebuah filosofi yang sederhana, namun sarat dengan makna dan sejalan dengan teori-teori pendidikan anak modern. Meskipun masa depan anak tergantung pada anak itu sendiri, namun orang tua wajib mengarahkan dan menghantarkan anak menuju masa depan yang sukses, karena keberhasilan anak bukan saja dinikmati anak itu sendiri melainkan seluruh anggota keluarga, demikian juga sebaliknya. Jika kuda dapat membawa kereta selamat sampai tujuan maka seluruh penumpang akan selamat, sebaliknya jika kuda celaka, dapat mencelakai seluruh penumpangnya.
Recent
Memuat...
Posting Komentar
Posting Komentar