-->

Keterampilan empati pada proses konseling

3 komentar
Empati, dalam bahasa Yunani berarti “ketertarikan fisik”. Dalam psikologi, empati didefinisikan secara spesifik yang merujuk pada kemampuan melihat sesuatu melalui cara pandang dan perasaan orang lain, melepas perspektif diri dan mengambil perspektif orang lain. Dengan demikian empati merupakan kemampuan seseorang mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Memahami perasaan atau emosi orang lain, dan kesediaan untuk turut merasakan apa yang dirasakan orang lain serta menempatkan diri dalam kondisi orang lain.

Empati membuat seseorang dapat memahami perasaan senang, penderitaan, kesedihan, dan emosi dasar orang lain seperti marah, takut, ataupun jijik. Seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan suasana hati orang lain karena pikiran, kepercayaan, dan keinginan seseorang selalu berhubungan dengan perasaannya. Empati lain dengan simpati maupun kasih sayang, yang membedakan adalah empati mengandung kerelaan, kesiapsiagaan, dan kesediaan untuk menolong. Seorang memberikan pertolongan bisa jadi karena alasan tertentu, bukan karena empati. Inilah urgensi dari pentingnya keterampilan empati dimiliki oleh seorang konselor.

Pada proses konseling, empati adalah sikap positif yang ditunjukkan konselor kepada konseli, berupa ekspresi kesediaan konselor menempatkan diri pada posisi konseli. Konselor melihat keadaan realitas konseli dengan cara pandang, pemahaman dan pengalaman emosional konseli tanpa dirinya hanyut atau lebur didalamnya. Konselor menempatkan diri dan memahami apa yang dirasakan dan dialami konseli, mengosongkan dirinya sendiri untuk kepentingan konseli, tidak memberikan penilaian terhadap apa yang diyakini konseli baik itu bersifat positif maupun negatif.

Terdapat dua aspek keterampilan empati yang harus ditampilkan oleh konselor secara berdampingan dalam memberikan perhatian kepada konseli, yaitu (1) empati non-verbal, merujuk pada bahasa tubuh konselor, dan (2) empati verbal, yaitu ungkapan-ungkapan kata-kata konselor. Oleh karena itu, keterampilan ini muncul bersamaan dengan keterampilan-keterampilan konseling yang lain, seperti (1) keterampilan attending, berupa sentuhan fisik dan bahasa tubuh dari konselor, (2) refleksi isi atau fikiran, memantulkan kembali isi dari pesan atau pikiran-pikiran yang disampaikan konseli, (3) refleksi perasaan, mengekspresikan kembali perasaan konseli sebagai bentuk kesadaran dan penghormatan konselor terhadap pengalaman emosi konseli baik verbal maupun non-verbal.

Related Posts

3 komentar

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter