-->

Urgensi konseling multikultural di sekolah

Posting Komentar
Konseling multikultural merupakan gerakan dalam pemikiran dan praktik tentang pengaruh ras, etnik, dan budaya dalam proses konseling yang melibatkan konselor dan konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan terjadi bias–bias budaya (cultural biases) pada pihak konselor, sehingga konseling berjalan tidak efektif. Gerakan ini didasari pengalaman Amerika Serikat dengan kondisi masyarakatnya yang multikultur dan tren perkembangan demografis yang mengarah pada konfigurasi budaya plural, ini mendorong berkembangnya layanan bimbingan dan konseling yang lebih bersifat generik dengan menggunakan berbagai pendekatan dan teknik dengan harapan mampu memberikan layanan yang lebih efektif dalam kondisi pluralitas budaya.

Pendekatan konseling multikultural atau konseling lintas budaya sangat tepat untuk lingkungan yang berbudaya plural seperti di Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhineka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Meski demikian, pendekatan konseling multikultural tidak mengabaikan pendekatan tradisional yang selama ini digunakan, melainkan dengan mengintegrasikannya dengan perspektif budaya Indonesia yang beragam. Konselor perlu bersikap proaktif terhadap perbedaan budaya, mengenali dan menghargai budaya setiap konseli. Konselor dituntut memiliki kesehatan mental yang baik, fleksibel, menghindari keyakinan etnosentris atas keunggulan budaya, agama, dan gaya hidupnya, serta mampu melihat budaya secara multiperspektif.

Dalam pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, Guru bimbingan dan konseling / Konselor sekolah diharuskan memiliki kesadaran multikultural, memahami keberagaman konseli, menghargai perbedaan dan keragaman nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, menyadari adanya bias-bias dan kesadaran akan keterbatasan diri dalam hal budaya. Memahami pandangan hidup dan latar belakang budaya diri dan konseli serta mengembangkan strategi konseling yang sesuai budaya, mengingat keragaman tersebut saling berinteraksi dalam komunitas sekolah sebagai akibat dari tren demografi pada masyarakat modern.

Layanan konseling di sekolah harus dilihat dalam perspektif budaya, yakni proses konseling merupakan proses interaksi dan komunikasi yang intensif antara konselor dengan konseli yang didalamnya terjadi perjumpaan budaya antara konselor dengan konseli. Oleh karena itu, konselor perlu memiliki kepekaan budaya agar dapat memahami dan membantu konseli sesuai dengan konteks budayanya, menyadari benar bahwa secara kultural, individu memiliki karakteristik yang unik dan dalam proses konseling akan membawa karakteristik tersebut. Pemahaman konseling multikultural atau konseling berwawasan lintas budaya ini efektif untuk mengeleminir kemungkinan munculnya perilaku konselor yang menggunakan budayanya sendiri (counselor encaptulation) sebagai acuan dalam proses konseling.

Ada beberapa model konseling multikultural, (1) Model berpusat pada budaya, (2) Model Integratif, dan (3) Model etnomedikal.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter